Wednesday, November 9, 2011

MAKALAH OTONOMI DAERAH DALAM KOSEPSI WAWASAN NUSANTARA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jadi, apabila suatu daerah tidak memiliki kemandirian maka daerah tersebut belum dikatakan daerah yang sempurna. Dalam pembuatan makalah ini, bertujuan agar pembaca dapat mengerti atau memahami pentingnya pelaksanaan otonomi daerah.

B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam Makalah ini seperti:
1.      Apa pengertian otonomi daerah?
2.      Apa dasar-dasar hukum otonomi daerah?
3.      Apa sajakah wewenang otonomi daerah?
4.      Apa dampak positif dan negative dari otonomi daerah?

C.       Tujuan 
1.      Mengetahui apakah pengertian dari otonomi daerah
2.      Mengetahui dasar-dasar hukum otonomi daerah
3.      Mengetahui wewenang otonomi daerah
4.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah



BAB II
OTONOMI DAERAH
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) definisi ot onomi daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut:
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.     Dasar Hukum Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :
1.      Undang-Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
2.      Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.      Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.


C.     Wewenang Otonomi Daerah
Sesuai dengan dasar hukum yang melandasi otonomi daerah, pemerintah daerah boleh menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan kepemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih berpatokan pada undang- undang pemerintah pusat. Dalam undang undang tersebut juga diatur tentang hak dan kewajiban pemerintah daerah yaitu :


Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
·         Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
·         Memilih pimpinan daerah
·         Mengelola aparatur daerah
·         Mengelola kekayaan daerah
·         Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
·         Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah
·         Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan
·         Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
·         Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
·         Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
·         Mengembangkan kehidupan demokrasi
·         Mewujudkan keadilan dan pemerataan
·         Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
·         Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
·         Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
·         Mengembangkan sistem jaminan social
·         Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
·         Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
·         Melestarikan lingkungan hidup
·         Mengelola administrasi kependudukan
·         Melestarikan nilai sosial budaya
·         Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya, dan
·         Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

D.    Dampak Positif dan Dampak Negatif Otonomi Daerah
1.      Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih menegeti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
2.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwtsata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”




0 comments:

Post a Comment